Jumlah Pengunjung Situs Ini

Selasa, 18 September 2012

Falsafah Pendidikan Luar Sekolah


Hakikat Manusia, Homo Education
Sejak manusia memulai kehidupannya dalam masyarakat sejak itu pula terjadilah proses pematangan dan pendewasaan. Melalui pendidikan, penghayatan dan pengamalan ajaran agama merupakan salah satu aspek dan sikap batin yang berkembang dalam pribadi manusia secara bertahap sejalan dengan tingkat kematangan dan kedewasaan manusia.
Manusia sebagai Homo Education memiliki kemampuan dasar untuk mengembangkan diri pribadinya sampai titik optimal melaluiusaha pendidikan (proses belajar mengajat). Sebagai makhlukyang bernaluri sosial, individual, dan moral, manusia memiliki kelengkapan- kelengkapan potensi jasmaniah dan kejiwaan yang tumbuh dan berkembang dalam lingkungan hidup keluarga dan berlanjut dalam lingkungan masyarakat.
Dalam lingkungan hidup keluarga dan di luar keluarga terjadilah proses interaksi edukatif antara sesama masyarakat. Dan proses edukatif ini akan memiliki makna apabila dilakukan secarateratur baik di alam keluarga maupun di sekolah.Sehubungan dengan pendekatan ini penghayatan
danpengamalan ajaran agama yang hendak kita tanamkan dalam jiwa manusia hendaknya dilakukan secara bertahap yang dimulai danpemberian pengetahuan, kemudian dengan memberikan pengertian yang diikuti pemahaman dan kesadaran sampai timbul kemauan untuk mengamalkan. Hakikat Manusia dan Pendidikan
  1. Hakikat Manusia
Memahami manusia adalah memahami diri sendiri. Individu lain adalah representasi dari dirinya sendiri. Akan tetapi di dalam diri setiap manusia, baik sebagai individu maupun dalam suatu komunitas, tetap mengandung misteri yang tidak dapat terungkap secara tuntas. Poespowardoyo dalam buku Sekitar Manusia: Bunga Rampai tentang Filsafat Manusia, mengulas secara panjang lebar hakekat manusia dalam rangka manusia seutuhnya. Dikatakan bahwa, membicarakan manusia, baik dari sisi hidup, arti dan peranan eksistensia merupakan persoalan yang tidak pernah basi. Manusia selalu menjadi pokok permasalahan. Persoalan apapun yang terjadi di dunia ini pada dasarnya dan akhirnya berkaitan dengan manusia. Manusia merupakan tema central dalam setiap peristiwa di muka bumi ini.
Dalam kehidupan nyata terdapat berbagai pendapat tentang manusia. Manusia menurut seorang theolog, manusia menurut psikolog, manusia menurut antropolog, dan manusia menurut ahli-ahli yang lain. Masalahnya disini, bukan manusia menurut siapa. Akan tetapi adalah manusia seutuhnya, manusia sebagai manusia. Oleh karena itu, telaah terhadap persoalan manusia dapat ditempuh dengan cara memberikan makna terhadap eksistensi manusia itu sendiri.
Manusia adalah makhluk yang unik, ia adalah subjek sekaligus objek. Dirinya berpikir untuk mempersoalkan dirinya. Pandangan ini didasarkan atas filsafat yang menelaah manusia.
Immanuel Kant (1724-1804), seorang filosuf terkenal pada zaman modern yang menghormati ide-ide pendidikan mengajukan beberapa pertanyaan filsafati untuk mengungkap tabir misteri manusia. Beberapa pertanyaan yang ia ajukan ialah: (1) Apakah manusia itu?; (2) Apa yang boleh saya perbuat?; (3) Apakah yang dapat saya ketahui?; (4) Apa yang saya harapkan?. Keempat pertanyaan tersebut ialah pertanyaan antropologi, etika, metafisika, dan religius. Jawaban atas keempat pertanyaan ini dapat mendekati eksistensi manusia secara utuh sebagai objek.
Antropologi mempelajari manusia beserta hasil karyanya dan hasil dari perbuatan manusia seperti cara manusia mengatasi alam sekelilingnya, sistem kehidupan sosial, perkawinan, bahasa, kesenian dan sebagainya. Dalam hal ini manusia mencoba mengerti diri sebagai realitas yang konkret dalam hubungan dengan dunia nyata dimana manusia hidup. Manusia mengakui fakta keberadaannya sebagai manusia dan tugas yang wajib ditunaikannya untuk tetap menyatakan dirinya sebagai manusia, yaitu dengan berbudaya.
Dalam etika, manusia mempertanyakan kaitan dirinya dengan norma dan sesamanya. Disini dipersoalkan mengapa suatu tindakan dikatakan baik sehingga dianjurkan untuk dilakukan, sementara yang lainnya dikatakan jelek sehingga tidak boleh dilakukan. Tindakan manusia dinilai berdasar ide-ide umum, berdasar ukuran-ukuran yang umum diterima oleh kesatuan sosial atau lingkungan tertentu.
Pertanyaan metafisika mencoba mengaitkan keberadaan manusia dengan dimensi lain, yaitu zat di balik yang tampak. Realitas yang tidak tampak adalah realita ultimate (yang sebenarnya, yang dicari manusia) sehingga manusia cenderung berusaha mendapatkan kebenaran yang ultimate ini melalui jalan yang disebut religi. Pada gilirannya, kenyataan metafisik ini menghadapkan manusia dengan masalah-masalah religi. Dalam religi manusia mengikatkan diri untuk memperoleh kepuasan untuk mendapatkan jawaban dari mana ia berasal dan kemana ia akan kembali.
Pemahaman terhadap hakekat manusia dapat mendekati kebenaran (bukan kebenaran mutlak), dengan mengakui kenyataan-kenyataan sebagimana dijelaskan diatas. Dengan kata lain, upaya memahami jati diri manusia dapat dilakukan dari dimensi individual, dimensi sosial, dimensi kesusilaan, dan dimensi keagamaan.
  1. Dimensi Individual
Pada dimensi individual, manusia terwujud dari ciri-ciri khas yang juga dimiliki oleh makhluk selain manusia. Sebagaimana makhluk level bawah, manusia memiliki dorongan atau keinginan untuk tetap hidup. Perbuatan-perbuatannya seolah-olah diarahkan untuk itu. Dirinya merupakan kesatuan, dimana keseluruhan bagian-bagian dari dirinya beserta aktivitas-aktivitas dari bagian-bagian tersebut seolah-olah diatur sedemikian rupa untuk melayani keinginan dan kepentingan dirinya.
Sebagai makhluk berperilaku, maka semua tingkah laku manusia itu mengandung maksud. Sebagai makhluk alamiah, manusia mempunyai kebutuhan-kebutuhan tertentu. Ia membutuhkan makanan dan minuman agar badannya tetap sehat dan bugar. Ia membutuhkan hiburan agar tidak stres dan tidak membosankan, dan ia juga butuh belajar. Dapat dikatakan bahwa, manusia adalah makhluk yang serba butuh fisik dan rohani.
  1. Dimensi Sosial
Manusia adalah makhluk yang harus hidup bermasyarakat untuk kelangsungan hidupnya, baik yang menyangkut pengembangan pikiran, perasaan dan tindakannya serta agar dapat mengembangkan sifat-sifat kemanusiaan dalam lingkungan manusia.
Interaksi antar manusia tumbuh sebagai suatu keharusan oleh karena kondisi kemanusiaannya seperti; kebutuhan biologis dan psikologis. Kondisi manusia tersebut menuntut adanya kerjasama dengan manusia lain. Kodrat manusia sebagai makhluk bio-psiko-sosial, menyebabkan timbulnya bentuk-bentuk organisasi sosial yang berdiri atas landasan simbiotik-sinergistik, saling memberi manfaat atas dasar tingkah laku fisik, bersifat otomatis dan merupakan komunikasi sosial. Organisasi ini dimaksudkan sebagai sistem sosial yang berhubungan dengan status, norma, kelompok dan kelembagaan.
  1. Dimensi Kesusilaan
Manusia merasa bahwa didalam jiwanya ada suatu kekuatan yang memperingatkan perbuatan buruk dan usaha mencegah dari perbuatan itu. Manusia pada umumnya mengetahui ada baik dan ada buruk. Pengetahuan bahwa ada baik dan ada buruk itu disebabkan kesadaran kesusilaan. Akan tetapi kesadaran ini tidak setiap saat selalu ada pada manusia. Dengan perkataan lain, hal ini belum dimiliki ketika manusia masih kecil. Memang manusia pada saat baru dilahirkan telah memiliki daya-daya sebagai sekumpulan potensi, tetapi belum dapat dipergunakan. Sebagai misal, daya mengeluarkan ungkapan melalui kata, daya mengambil keputusan dan daya tahu yang sebenarnya. Ini semua memerlukan kesadaran dan pengetahuan. Jadi, daya-daya yang telah ada sejak kecil itu baru bisa muncul dan berkembang apabila ada pertolongan dari orang lain. Perkembangannya memerlukan pendidikan, teladan dan bimbingan. Dalam perkembangannya, kesadaran etis akan berfungsi untuk memberi putusan terhadap baik buruknya suatu tindakan.
  1. Dimensi Keagamaan
Untuk menjaga netralitas agar tidak bersinggungan dengan bentuk-bentuk kepercayaan dan iman pemeluk agama tertentu, maka pembahasan dimensi keagamaan didasarkan pada hubungan manusia sebagai pribadi dengan Tuhannya dari perspektif universal.
  1. Hakikat Pendidikan
Istilah pendidikan berasal dari bahasa Yunani yaitu ‘paedagogiek’ yang asal katanya ‘pais’ berarti anak, ‘gogos’ artinya membimbing/tuntutan, dan ‘iek’ artinya ilmu. Jadi secara etimologi, paedagogiek adalah ilmu yang membicarakan cara memberi bimbingan kepada anak. Dalam arti khusus, Langeveld mengemukakan bahwa pendidikan adalah bimbingan yang diberikan oleh orang dewasa kepada anak yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaan. Dalam arti luas pendidikan merupakan usaha manusia untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya yang berlangsung sepanjang hayat.
Prinsip dasar tentang pendidikan luar sekolah yang akan dilaksanakan:
1. pendidikan berlangsung seumur hidup;
2. tanggungjawab pendidikan merupakan tanggungjawab semua manusia: orangtua, masyarakat, dan pemerintah;
3. bagi manusia pendidikan merupakan suatu keharusan karena dengan pendidikan manusia akan memiliki kemampuan dan kepribadian yang berkembang yang disebut manusia seutuhnya.
Dalam kehidupan sehari-hari sering kita dengar istilah pendidikan. Pengertian tersebut sebagian ada yang mendekati pengertian pendidikan yang sebenarnya, dan sebagian yang lain melihat pendidikan hanya dari satu atau sebagian sisi saja.
Beberapa istilah yang hampir sama artinya dengan pengertian pendidikan ialah: mengajar, membina, melatih, memelihara, dan mengurus anak. Istilah-istilah ini belum mewakili pengertian pendidikan yang sebenarnya. Mengajar merupakan pemberian ilmu pengetahuan yang berguna bagi perkembangan potensi kemampuan berpikir anak. Dalam hal ini, segi kognitif lebih mendapat penekanan dibandingkan segi-segi potensi yang lain. Membina merupakan kegiatan untuk membimbing seseorang dalam perkembangan hidupnya. Dalam kegiatan ini, ditekankan pada nilai afektif sehingga hasil pembinaannya dilihat dari perubahan sikap yang dibina. Proses pembinaan dapat dilakukan lewat pelatihan-pelatihan, kegiatan ekstra kurikuler, dan sebagainya.
Berbeda dari membina yang lebih menekankan pada nilai afektif, maka melatih lebih menekankan pada nilai psikomotorik. Untuk kegiatan melatih diperlukan pelaksanaan yang terus menerus sehingga dapat diperoleh keterampilan tertentu. Oleh karena itu, melatih di sini diartikan sebagai usaha memperoleh keterampilan. Adapun pengertian memelihara biasanya ditujukan untuk makhluk lainnya, seperti; hewan dan tumbuh-tumbuhan. Sedangkan mengurus anak, merupakan suatu perlindungan pada anak agar mampu menjalankan hidupnya seperti yang diharapkan. Dengan demikian pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dalam proses pembelajaran agar anak didik secara aktif dapat mengembangkan potensi dirinya. Oleh karenanya pendidikan hendaknya diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas anak dalam proses pembelajaran.
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PERUBAHAN SOSIAL
Telah dipahami oleh para pendidik bahwa misi pendidikan adalah mewariskan ilmu dari generasi ke generasi selanjutnya. Ilmu yang dimaksud antara lain: pengetahuan, tradisi, dan nilai-nilai budaya (keberadaban). Secara umum penularan ilmu tersebut telah di emban oleh orang-orang yang terbeban terhadap generasi selanjutnya. Mereka diwakili oleh orang yang punya visi kedepan, yaitu menjadikan serta mencetak generasi yang lebih baik dan beradab. Peradaban kuno mencatat methode penyampaian  ajaran lewat tembang dan kidung, puisi ataupun juga cerita sederhana yang biasanya tentang kepahlawanan
Perubahan sosial budaya masyarakat sebagaimana yang kita bicarakan di atas tikan akan pernah bisa kita hindari, sehinga akan menuntut lembaga pendidikan sebagai agen perubahan untuk menjawab segala permasalahan yang ada. Dalam permasalahan ini lembaga pendidikan haruslah memiliki konsep dan prinsip yang jelas, baik dari lembaga formal ataupun yang lainya, demi terwujudnya cita-cita tersebut, kiranya maka perlulah diadakanya pembentukan kurikulum yang telah disesuaikan. Prinsib dasar pembentukan tersebut adalah meliputi:
Perumusan tujuan institusional yang meliputi:
  • Orientasi pada pendidikan nasional
  • Kebutuhan dan perubahan masyarakat
  • Kebutuhan lembaga.
  • Menetapkan isi dan struktur progam
  • Penyusunan strategi penyusunan  dan pelaksanaan kurikulum
  • Pengembangan progam
Di harapkan nanti dengan persiapan dan orientasi yang jelas sebagaimana di atas, diharapkan lembaga-lembaga pendidikan akan mampu mencetak kader-kader perubahan ke arah perbaikan di masyarakat. Selanjutnya mengenai pengembangan kurikulum ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh lembaga pendidikan, yaitu:
1)      relevansi dengan dengan pendidikan lingkungan hidup masyarakat
2)      sesuai dengan perkembangan kehidupan masa sekarang dan akan datang
3)      efektifitas waktu pengajar dan peserta didik
4)      efisien, dengan usaha dan hasilnya sesuai
5)      kesinambungan antara jenis, progam, dan tingkat pendidikan
6)      fleksibelitas atau adanya kebebasan bertindak dalam memilih progam, pengembangan progam, dan kurikulum pendidikan.
sumber:http://fitrianur.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar